PESONA KECEPATAN DI ERA DIGITAL

Waktu tak pernah berjalan lebih cepat atau lebih cepat. Ia selalu setia pada langkahnya yang konstan. Berbeda dengan kecepatan sosial, waktu bisa berjalan lamban, cepat atau bahkan berhenti. Ketika kita sedang dihadapkan pada banyak pekerjaan yang mempunyai deadline pada tanggal yang sama. Maka, ketika kita sedang mengerjakan pekerjaan-pekerjaan tsb, kita akan merasa waktu (jarum jam) seolah-olah bergerak begitu cepat – apalagi saat mendekati waktu deadline. Sebaliknya, waktu terasa bergerak amat lamban ketika kita sedang menunggu tibanya tanggal gajian bulanan.

Demikian halnya dengan kecepatan gerak kehidupan di era digital saat ini. Kita menjadi gugup dan gagap terhadap kecepatan gerak kehidupan tsb. Padahal, sejatinya waktu selalu bergerak konstan – tak pernah ia bergerak lebih cepat atau lebih lambat. Lain halnya dengan kecepatan waktu sosial. Ibarat ketika kita berkendara (motor) di Jakarta yang macet dengan kecepatan 60 km/jam maka akan terasa bergerak atau melesat seperti setan dan dengan kecepatan yang sama akan terasa lamban di jalan TOL (bebas hambatan) yang sepi. Demikian juga ketika kita naik kereta api, memandang keluar dari jendela akan terasa bahwa kereta api yang kita tumpangi bergerak sangat cepat melihat pohon, rumah, kendaraan di jalan raya yang terlintasi dengan sangat cepat. Tetapi berbeda ketika kita naik pesawat udara, yang pastinya secara obyektif lebih cepat dari kecepatan kereta api, tetapi saat kita memandang jendela tampak lautan awan dan kita merasa bahwa pesawat udara tersebut seperti bergerak sangat lamban dan bahkan terkadang serasa tidak bergerak. Demikian juga masalah gerak dan kecepatan – the runaway world – di era digital.

Pesona kecepatan di era digital ini memang luar biasa, ruang atau jarak seolah-olah hilang karena termampatkan sedemikian rupa. Padahal, ruang atau jarak tak pernah hilang. Di era digital ini ibarat kita menonton rekaman video jalan raya di mana mobil lalu-lalang di sana, ketika kita percepat kecepatan putar video player misalnya menjadi 100 kali, 1.000 kali atau 10.000 kali dst, kita akan menyaksikan bahwa di jalan raya tersebut seolah-olah tidak ada mobil yang lalu-lalang. Semua entitas yang bergerak di sana seolah-olah lenyap.

Gerak adalah tanda kehidupan, begitu juga dengan gerak kehidupan di era digital. Kita memang tidak pernah menghirup udara yang sama, tidak pernah makan dan minum makanan-minuman yang sama selama kita hidup. Namun, bukan berarti tidak ada keteraturan dalam kehidupan sosial. Jam, hari, bulan akan selalu berulang meski bukan jam, hari dan bulan yang persis sama – tidak pernah berada pada waktu yang sama. Artinya, high speed tidaklah identik dengan disruptif, juga tidaklah sama dengan unpredictable. Oleh karena itu, yang terpenting adalah bagaimana kita mampu menangkap atau memahami keteraturan dibalik gerak kehidupan – baik di era digital atau pun sesudah era digital.

Tentang pajs indonesia

Antropogist Paradigma Jaringan Sosial Kualitatif-Konstruktivis
Pos ini dipublikasikan di Uncategorized. Tandai permalink.

Tinggalkan komentar